Waduk Seloromo atau yang biasa dikenal dengan waduk Gembong memang kurang dikenal namanya. Waduk yang fungsinya untuk pengairan ini dibuat oleh Belanda pada tahun 1928, jadi lebih tua dari usia republik ini. Menurut cerita dari nenek saya yang kebetulan mengalami masa-masa penjajahan kompeni, pembuatan waduk ini menelan korban manusia yang tidak sedikit. Hal ini terjadi karena Belanda menggunakan tenaga kerja paksa. Selain itu, Belanda juga menggusur beberapa kampung yang kebetulan terletak di area waduk yang akan di bangun.
Waduk Gembong mampu menampung air sebanyak 9,5 juta meter kubik yang airnya berasal dari sungai-sungai yang mengalir disekitarnya, yaitu sungai Giling, Sentul, Wuni, Lampean dan Jering. Waduk ini adalah lumbung pengairan untuk wilayah Gembong, Margorejo, Juana, Wedarijaksa, Pati dan Tlogowungu.
Sayangnya, ketika musim kemarau tiba, waduk ini sering kering airnya, karena pengeluaran air untuk pengairan tidak diimbangi pemasukan air yang sama dari sungai-sungai disekitarnya. Masalah lain yang dihadapi waduk ini adalah pendangkalan kedalaman tanah sehingga mengurangi kapasitas air yang bisa dibendungnya. Pemerintah seyogyanya segera turun tangan untuk mengeruk tanah agar kedalaman tanah di waduk bisa bertambah sehingga mengurangi krisis kebutuhan pengairan yang mengancam wilayah Pati dan sekitarnya.
Waduk ini sebetulnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi areal wisata, mengingat panjangnya yang lebih menyerupai sungai, dengan panjang sekitar 5km. Jalan di pinggir waduk ini juga telah beraspal dan banyak tanah lapang yang luas dan menghijau. Dari waduk ini kita juga akan bisa langsung melihat Pegunungan Muria yang menjulang dan sangat indah.
Waduk Seloromo ini terletak sekitar 12 km dari kota Pati, dan bisa di tempuh dengan angkutan umum selama setengah jam perjalanan. Daerah yang paling cocok dikunjungi adalah daerah bendungannya yang menawarkan pemandangan yang menakjubkan dengan udara yang masih segar dan bersih.
No comments:
Post a Comment